Teguh menjelaskan bahwa kedua konsep tersebut memiliki keterkaitan erat. “Kedaulatan pangan tidak hanya menjamin ketersediaan pangan, tetapi juga mendorong penguasaan teknologi, produksi pangan, dan pemberdayaan masyarakat dalam menjaga rantai makanan secara inklusif,” ujarnya.
Ia juga menyoroti bahwa kebijakan ini sejalan dengan upaya memperkuat sektor pertanian, membangun desa, dan memberdayakan kelompok petani secara masif. Menurutnya, kedaulatan pangan memberikan Indonesia keleluasaan dalam menerapkan politik luar negeri bebas aktif, sekaligus menjadikan negara ini tetangga yang baik di arena internasional.
Pesan kebijakan good neighbour yang diusung Presiden Prabowo menitikberatkan pada pendekatan kolaboratif di tengah dinamika global. “Dengan kedaulatan pangan, Indonesia dapat mengembangkan politik bebas aktif dan menjadi tetangga yang baik di kawasan maupun internasional,” tambah Teguh.
Seminar ini menghadirkan pembicara dari berbagai bidang, termasuk Hyungjun Noh (Rural Development Administration Korea Selatan), Moch. Arief Cahyono (Kementerian Pertanian RI), Joshua Namtae Park (George Mason University), dan Andrew Mantong (Centre for Strategic and International Studies/CSIS).
Dalam sambutannya, Teguh juga menyoroti pengalaman Korea Selatan sebagai mitra strategis Indonesia. “Kerja sama erat kedua negara dalam berbagai bidang menjadi peluang untuk memetik best practices demi kesejahteraan bersama dan perdamaian dunia,” ujarnya.
Seminar ini turut dihadiri tokoh-tokoh penting, seperti Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN Vivi Yulaswati, Wakil Dubes Korea Selatan Park Soo-Deok, dan Direktur Jenderal Amerika Eropa Kemenlu RI Umar Hadi.
Kegiatan yang diselenggarakan JMSI bersama KoreaKini.id ini menjadi momen penting untuk memperkuat hubungan bilateral Indonesia-Korea Selatan di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.