Awal Mula Usaha
Sutiyani memulai usaha produksi gula jawa dan jipang pada tahun 2010. Pada saat itu, ia hanya fokus pada dua produk tersebut yang sudah menjadi produk unggulan Desa Luwenglor. Namun, seiring berjalannya waktu, Sutiyani merasa perlu berinovasi untuk menghadirkan produk yang lebih bervariasi dan memiliki daya saing tinggi. Inspirasi muncul saat pandemi COVID-19 melanda pada tahun 2019, di mana kebutuhan masyarakat akan minuman herbal seperti jahe meningkat drastis.
“Pada awal pandemi, banyak orang mencari minuman herbal seperti jahe untuk meningkatkan imunitas tubuh. Seorang teman menyarankan saya untuk mencoba membuat gula jahe, mengingat bahan baku gula jawa sudah tersedia dan permintaan pasar juga tinggi,” ungkap Sutiyani kepada tim Pituruh News. Kamis, 19/09/2024.
Inovasi dan Pengembangan Produk
Sutiyani kemudian mulai bereksperimen membuat gula jahe dengan bahan dasar jahe emprit, air nira, serta beberapa rempah tambahan seperti serai, kayu manis, dan cengkih. Proses pencarian resep yang tepat memakan waktu hampir setahun. “Saya mencoba berbagai macam resep, mulai dari mencicipi produk teman hingga mencari referensi di YouTube. Setelah berbagai percobaan, akhirnya saya menemukan formulasi yang pas,” ujarnya.
Berbeda dengan gula jahe pada umumnya yang menggunakan gula jawa cair, produk gula jahe “Nirasari” menggunakan air nira asli yang diolah langsung. Ini memberikan rasa yang lebih segar dan autentik saat diseduh. Proses pembuatannya cukup rumit dan memakan waktu. Jahe terlebih dahulu dicuci bersih, disangrai, diparut, lalu diperas untuk diambil sarinya. Sari jahe ini kemudian diendapkan selama minimal dua jam sebelum dimasak bersama air nira dan rempah lainnya. Proses pemasakan memakan waktu sekitar empat jam, mirip dengan proses pembuatan gula jawa.
“Dalam sekali produksi, saya bisa menghasilkan sekitar 5 kg gula jahe yang kemudian dikemas menjadi 20 pack. Setiap pack berisi 250 gram dan dijual seharga 15 ribu rupiah. Untuk reseller, kami memberikan harga khusus agar mereka bisa ikut memasarkan produk ini dengan lebih luas,” jelas Sutiyani.
Pemasaran dan Distribusi
Gula jahe “Nirasari” kini telah merambah pasar lokal maupun luar daerah. Selain dijual di wilayah Purworejo, produk ini juga telah dikirim ke beberapa kota besar seperti Karanganyar, Solo, Semarang, Temanggung, Malang, Bekasi, Bogor, dan Tangerang. Bahkan, produk ini pernah mencapai pasar luar Jawa, seperti Kalimantan. “Kami menggunakan strategi pemasaran melalui media sosial dan kerjasama dengan beberapa reseller. Selain itu, kami juga aktif mengikuti pameran dan bazar produk lokal untuk memperkenalkan produk ini ke masyarakat yang lebih luas,” tambahnya.
Tantangan dan Harapan
Sutiyani mengakui bahwa tantangan terbesar dalam menjalankan usaha ini adalah menjaga konsistensi kualitas produk dan meningkatkan kapasitas produksi. “Kami masih menggunakan metode tradisional dalam produksi, jadi kapasitasnya terbatas. Namun, saya sedang berusaha untuk meningkatkan kapasitas produksi agar bisa memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat,” ujarnya.
Ke depan, Sutiyani berencana untuk terus mengembangkan usahanya dengan menambah varian produk berbasis nira kelapa dan rempah-rempah lainnya. Ia juga berharap dapat memberdayakan lebih banyak masyarakat di Desa Luwenglor agar ikut terlibat dalam usaha ini, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi desa secara keseluruhan.
“Mudah-mudahan, gula jahe Nirasari bisa terus berkembang, berinovasi, dan meningkatkan ekonomi keluarga serta lingkungan. Semoga Desa Luwenglor bisa menjadi desa pusat oleh-oleh di Purworejo yang terkenal dengan produk-produk khasnya,” tandasnya penuh harap.