PURWOREJO, (pituruhnews.com) - Di usianya yang telah menginjak 76 tahun lebih, semangat Samsuri untuk mengayuh sepeda dan menjajakan es potong tak pernah surut. Meski kini dirinya lebih fokus mengitari area kota Purworejo, terutama Alun-Alun, kisah Samsuri seakan menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan kuliner es potong di daerah ini.
Samsuri yang mulai berjualan sejak tahun 1981, kini menjadi satu-satunya penjual es potong yang masih menggunakan sepeda untuk menjangkau para pembelinya. Dengan rasa-rasa yang khas, es potongnya tetap diminati, meski tantangan yang dihadapi tidaklah sedikit.
"Setelah COVID-19 kemarin, saya hanya jualan di kota saja, khususnya di Alun-Alun Purworejo. Kalau dulu, saya bahkan bisa sampai ke daerah Grantung (Bayan)," ujarnya saat melayani pembeli pada Senin siang (02/09/2024).
Meski tinggal di Purworejo, Samsuri menyebut bahwa kampung halamannya adalah Klaten, tempat istri dan anak-anaknya masih tinggal. Dia sendiri menetap di kos-kosan di Plaosan bersama teman kerja dan bosnya yang memproduksi es.
Pengalaman selama 43 tahun berdagang es potong tak selalu manis. Samsuri mengaku banyak pelanggan yang sudah seperti saudara baginya, namun tidak jarang pula harus "kucing-kucingan" dengan petugas Satpol PP yang sering kali membuatnya harus berpindah tempat jualan.
"Dulu, es potong laris manis. Dalam sehari bisa habis satu kotak saat harganya masih antara Rp 50 sampai Rp 100. Sekarang, sulit untuk menghabiskannya," tambah Samsuri. Saat ini, es potong yang dijualnya dibanderol mulai dari harga Rp 2.000.
Walaupun anak-anaknya sudah melarangnya untuk berjualan, Samsuri masih ingin mandiri dan tidak mau merepotkan keluarganya. "Saya tidak tahu sampai kapan akan berhenti, mungkin kalau sudah tidak mampu lagi," ujarnya dengan senyum penuh ketegaran.
Dengan segala suka duka yang dilalui, Samsuri tetap teguh menjalani profesinya. Seorang penjual es potong yang telah menjadi bagian dari cerita kota Purworejo.