foto penyerahan plakat |
Hal ini lantaran panitia memberikan plakat mini mirip plastik (akrilik) yag diberikan kepada para pemenang lomba. Plakat tersebut dinilai tak etis lantaran lomba tersebut bertajuk Piala Bupati Purworejo.
Dengan gaduhnya perlombaan tersebut, pelaksana teknis lomba memberikan klarifikasinya soal adanya keluhan peserta lomba.
Sebelumnya, para peserta lomba mengeluhkan piala yang didapat tidak sesuai dengan pamflet yang disebar sebelumnya. Pada pamflet, para juara disebutkan bakal mendapat piala Bupati Purworejo. Nyatanya, pemenang hanya mendapat piala mini dari plastik (akrilik), bahkan piagam juga belum ditandatangani oleh bupati.
Menurut Pelaksana Teknis, Dyah Wahyu Ristiani, dirinya bukan penanggungjawab lomba dan hanya diajak oleh panitia expo untuk membantu lomba menyanyi dan fashion show di acara tersebut.
Menurutnya, berbagai masalah yang timbul pada lomba-lomba di expo tersebut disebabkan tidak profesionalnya panitia expo.
Event expo ini digelar di jalan depan Pendapa Bupati dan sudah ditutup sekitar seminggu yang lalu.
Ia mengatakan, awalnya dirinya sebagai pihak profesional yang sering menyelenggarakan lomba menyanyi dan fashion show didatangi oleh pihak event organizer (EO) acara expo berinisial I dan rekannya berinisial N.
"Saya diajak mengelola, lomba singing contest dan fashion show. Karena memang itu dunia kita. Saya buatkan juknisnya, saya pilihkan jurinya, saya disitu melakukan sesuai kapasitas saya. Mereka menjanjikan nanti ada piala bupati juara 1 sampai 3, kemudian ada piagam dan sebagainya," katanya saat ditemui di salah satu SMP di Kecamatan Banyuurip, Senin (5/8/2024).
Dyah juga ditanya oleh EO tersebut soal kebutuhan untuk pelaksanaan lomba. Sepengetahuan Dyah, semua kebutuhan untuk lomba ditanggung panitia. Namun, kenyataannya semua pengelolaan dilaksanakannya sendiri, bersama tim yang ia ajak untuk membantunya.
Dyah juga mengaku tidak mendapat uang sepeserpun dari panitia. Dirinya membiayai perlombaan dari modal uang pendaftaran para peserta, sebesar Rp 75 ribu untuk setiap peserta.
"Pemesanan piala saya nggak ngerti, saya bekerja seperti apa yang seharusnya saya lakukan. Semua pembiayaan, juri, MC, tim saya cari sendiri, nyari makan (konsumsi), nyari apa sembarang itu saya. Dan saya tidak memperkirakan itu sebelumnya. Pikiran saya itu event besar, saya biasa mengadakan juga, jadi oke lah (awalnya). Dengan asumsi piala dari sana, piagam dari sana, nanti akan ada bantuan untuk juri dan sebagainya, saya tinggal mengelola kepesertaan saja, juknis juga sudah saya buat. Nyatanya di lapangan jadwal berantakan, banyak protes dari peserta," terangnya.
Lebih lanjut, disampaikan Dyah, selain masalah jadwal, yang paling fatal adalah masalah hadiah yang diberikan panitia kepada para juara lomba.
"Di terakhir, saat penerimaan piala, pada syok berat, saya yang diserang, kenapa kok pialanya segitunya. Sebenarnya kalau ada piala bupati itu meringankan sekali, tapi ada kejadian seperti itu diluar nalar saya. Kalau piagam ada, tapi belum ditandatangani, alasan (panitia) belum dapat tanda tangan dari sana, pialanya juga nggak dapat acc (bupati) katanya (panitia) gitu. Ngomong kayak gitu kok di hari malam penyerahan hadiah. Saya hampir pingsan. Saya tidak menyalahkan peserta yang menanyakan ke saya, karena saya juga paham mereka kecewa," ungkapnya.
Dyah mengaku merasa sangat dirugikan dengan tidak profesionalnya panitia expo, baik dari segi materi maupun nama baik.
Dirinya harus merogoh kocek pribadi untuk bingkisan berupa batik bagi para pemenang lomba. Ia juga membagikan voucher belanja di galeri batik miliknya secara cuma-cuma kepada para pemenang lomba. Ia rela melakukan hal tersebut untuk menyelamatkan nama baiknya dan bentuk apresiasi kepada peserta lomba.
"Yang jelas nama baik, lalu mental. Kalau material saya sebenarnya nggak hitung. Saya hanya mengapresiasi peserta. Ini saya menyelamatkan nama baik. Bingkisan kurang lebih 27 buah. Itu saya berikan bagi juara 1 sampai 3 saya mampunya. Nilainya setiap bingkisan ada yang Rp 150 ribu, ada yang Rp 125 ribu, itu batik tradisional, saya buat sendiri. (Bantuan uang dari panitia) sama sekali (tidak ada), belikan makan (tim) saja saya yang beli," jelasnya.
Menurutnya, koordinasi panitia expo kurang baik. Dirinya juga tidak diberi informasi secara utuh soal perlombaan dari panitia expo. Bahkan, saat para peserta lomba protes, Dyah malah ditinggal oleh panitia expo, dan harus memberi pengertian kepada peserta lomba.
"Profesionalisme termasuk, masa pada hari H, meja sama kursi saja saya minta tidak tersedia, juri mau ditaruh mana, pendaftaran taruh mana. Kayak tidak tahu saja kalau membuat acara itu ya harus ada perlengkapan. Saya kecewa, kapok," katanya.
Dirinya berharap nama baiknya bisa dipulihkan kembali dan panitia bertanggungjawab memberikan hadiah kepada para pemenang lomba. Dalam expo tersebut digelar lomba menyanyi, mewarnai dan fashion show.
"Ini menjatuhkan saya. Saya tidak tahu salahnya dimana (soal masalah piala bupati), saya tidak ikut secara detil acara itu diadakan, saya hanya dibagian teknis lomba. Ketika ada riweh-riweh ini saya nggak ngerti," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Lomba menyanyi pada gelaran Purworejo Creative Expo 2024 dikeluhkan para peserta.
Dijanjikan akan mendapat Piala Bupati dan uang pembinaan, nyatanya saat pengumuman lomba, para juara hanya mendapat piala mini atau plakat kecil dari plastik (akrilik). (PN/BL)