KEMIRI, (pituruhnews.com) - Tradisi Bulan suro atau muharram dalam menyambut tahun baru penanggalan jawa maupun islam merupakan bulan yang dianggap suci, selain karena menjadi titik awal dari permulaan tahun hijriyah juga mempunyai sejarah memilukan dalam dunia islam.
Dalam tradisi adat jawa, bulan suro selalu diperingati dengan berbagai kegiatan yang bertujuan memuliakan leluhur nenek moyang atau pendahulu-pendahulunya, mulai dari bersih-bersih makam atau kuburan serta berbagai amalan dzikir juga turut dilambungkan.
Dalam sejarah, dunia Islam punya sisi gelap dibulan muharram ini, peristiwa tersebut dinamai pertempuran Karbala yang menyebabkan sayyidina Husein cucu Nabi Muhammad SAW meninggal dunia. Dari sudut pandang Muslim, mereka yang tewas dalam pertempuran Karbala dianggap sebagai martir. Setelah pertempuran ini, Husain dijuluki Sayyid al-Syuhada. Setiap tahun, Syiah, Alawi dan sejumlah Sunni dan agama lain memperingati 10 hari pertama Muharram setiap tahun dengan mengadakan upacara duka. Masa duka mencapai puncaknya dengan datangnya hari kesepuluh (Asyura). Meskipun secara militer skala pertempuran ini tidak besar, namun memiliki dampak ideologis dan politik yang besar. Pertempuran Karbala adalah peristiwa historis dan mendasar dalam tradisi dan sejarah Syiah agama ini. Konflik ini diriwayatkan dan dinarasikan setiap tahun dan bergantian dengan diadakannya peringatan dan duka cita.
Dengan sejarah diatas, masyarakat jawa pun mempunyai keyakinan bahwasanya muharam adalah bulan duka dan truko (susah) maka tidak diperbolehkan mengadakan hajatan atau bersenang-senang dibulan muharram atau suro ini.
Pada peringatan tahun baru islam muharram atau suro setiap tahunnya, ada salah satu desa di kecamatan Kemiri, selalu melestarikan tradisi bulan suro atau muharram ini, desa tersebut yaitu desa Gedong. Ratusan warga desa Gedong ini berbondong datang ke salah satu punden yang ada di desa setiap tanggal 10 muharram (‘asyuro) ini selalu melakukan kegiatan suroan dan umbul dungo bersama seluruh masyarakat.
Kegiatan ini dimulai dengan wirid setelah sholat maghrib berjamaah dimasjid Al-Huda, lalu sesampainya setelah waktu isya, masyarakat berbondong-bondong ke area makam simbah Agung Jimat yang terletak di dusun jimatan, selanjutnya area pemakaman simbah Reksoyudho didukuh gayam dan terakhir ke area pemakaman Sayyid Abdur Rahman atau Mbah Lamongan didusun Krajan. Kegiatan ini diawali dengan pengantar dari mbah manten lurah Sudaryanto menjelaskan tentang sejarah leluhur desa Gedong dan dilanjut dengan bacaan tahlil yang dipimpin oleh Kyai Muhammad Ruchin. Selasa, 16/07/2024 malam pukul 19.00 WIB.
“Kegiatan ini rutin kita laksanakan setiap tahunnya, dan baru berjalan sekitar 3 tahunan” ujar Sumargo selaku modin desa Gedong.
“Adanya tradisi ini harapannya akan terus berjalan dan dapat memberikan ihkwal kepada masyarakat untuk mengetahui perjuangan dan pengorbanan leluhur dalam mendirikan desa gedong” imbuhnya.
Iqbal Kholil pemuda desa Gedong mengatakan bahwa, "Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi saya khususnya, karena selain mengetahui sejarah leluhur dan pepunden desa, saya juga bisa mengambil spirit leluhur dalam memperjuangkan desa zaman dahulu” tandasnya.
Penulis : Iqbal Kholil