Oleh: Sarmisih, S.Pd.SD Guru SDN Girigondo |
Dalam memahami proses psikologis belajar anak tidak selalu mudah. Oleh karena itu muncul berbagai macam teori yang berkembang dan berusaha memahaminya. Ada beberapa macam teori yang berkembang yaitu teori belajar behavioral, teori belajar social, teori belajar kognitif, dan teori pemrosesan informasi.
Teori behavioral mempunyai beberapa prinsip yang perlu dikaji lebih dalam. Pertama, Classical conditioning merupakan kemampuan merespon stimulus baru berdasarkan pengalaman yang diperoleh secara berulang – ulang. Dalam classical conditioning terdapat prinsip continguity yang sangat berperan penting yang berbunyi, “kapanpun terdapat dua alat indra terjadi secara bersama-sama dan berulang kali, maka keduanya saling berkaitan. akhirnya bila hanya satu dari stimulus terjadi, maka yang lainnya ikut merespon sebagai perwujudannya terjadilah suatu jawaban yang otomatis. Misalnya ketika mata kita terkena debu atau kotoran lainnya yang berasal sari udara, secara refleks kita akan langsung menutup mata. Contoh lainnya ketika tangan kita terkena api atau dekat dengan api, secara serentak pasti tangan kita akan langsung menghindar dari api tersebut.
Untuk lebih memahami Classical conditioning dapat menggunakan eksperimen Ivan Pavlov yang mengidentifikasikan tiga proses dalam classical conditioning yaitu generalisasi, deskriminasi, dan penghilangan. Ketika proses tersebut berdasarkan penilitiannya terhadap anjing. Proses generalisasi yaitu ketika anjing mengeluarkan air liurnya dalam merespon bunyi suara tertentu. Setelah anjing mendengar bunyi yang lebih keras dan lemah, anjing juga akan mngeluarkan air liurnya. Deskriminasi yaitu anjing belajar untuk memberikan respon yang berbeda terhadap stimulus yang sama dengan meyakinkan bahwa makanan selalu diikuti oleh satu suara. Penghilangan (extinction) mempengaruhi proses diskriminasi. Proses penghilangan terjadi ketika terjadi stimulus yang bersyarat dilakukanberulangkali dan tidak diikuti oleh stimulus tak bersyarat.
Prinsip Classical conditioning tidak begitu saja dapat digunakan, melainkan terdapat beberapa petunjuk untuk menggunakannya. Pertama, mengkaitkan kejadian yang positif dan menyenangkan dalam tugas belajar. Misalnya agar proses pembelajaran dalam kelas tidak membosankan, sesekali seorang guru mengadakan sejenis permainan kelompok untuk merileksasikan sejenak pikiran siswa. Dengan permainan ini proses belajar akan lebih menyenangkan dan tentunya siswa akan lebih semangat untuk belajar.
Kedua, memberikan bantuan kepada siswa secara sukarela kepada siswa untuk menghadapi situasi yang penuh kecemasan. Misalnya seorang anak yang pemalu, diberi tanggung jawab untuk memimpin berdoa di depan kelas. Selain memimpin doa, berikan kesempatan kepadanya untuk kegiatan yang sama di depan kelas. Hal itu bisa membantu anak tersebut untuk melatih mentalnya agar menjadi lebih baik dan percaya diri.
Ketiga, membantu siswa mengenal perbedaan dan kesamaan antara situasi yang dapat mereka diskriminasikan dan simpulkan secara tepat. Misalnya seorang guru memberi pengarahan kepada siswa kalau diberi sesuatu barang dari orang yang belum dikenal seharusnya tidak mau menerimanya. Karena kemungkinan orang tersebut dapat berbuat yang tidak baik kepada kita.
Prinsip kedua yang perlu dikaji dalam teori behavioral yaitu Operant conditioning. Maksud dari prinsip ini yaitu proses pembeljaran dimana seseorang secara sadar terlibat dan aktif bertindak pada lingkungannya dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Operant conditing adalah belajar dalam hal perilaku otomatis diperkuat atau diperlemah oleh konsekuensi atau tujuan
Ada beberapa perbedaan utama antara operant conditioning dengan classical conditioning. Pertama, operant conditioning lebih baik dalam menjelaskan respon yang terjadi secara otomatis, sebaliknya classical conditioning lebih baik dalam menjelaskan respon yang tidak otomatis (terdapat proses). Kedua, dalam classical conditioning stimulus yang menguasai perilaku mendahului perilaku. Jadi, stimulus ada terlebih dahulu, lalu kemudian terjadilah perilaku. Sedangkan dalam operant conditioning stimulus yang menguasai perilaku mengikuti perilaku. Berarti perilaku dulu terjadi setelah itu baru stimulusnya.
Operant conditioning memungkinkan terjadinya consequence perilaku mengarahkan perubahan terhadap kemungkinan kejadian perilaku. Consequence ini dapat berupa hadiah atau hukuman yang dapat menyebabkan perilaku individu. Pengukuhan (reinforcement) untuk hadiah dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya perilaku. Sedangkan hukuman menurunkan kemungkinan suatu perilaku terjadi. Misalnya seorang dewasa yang tersenyum ramah kepada seorang anak dan terus mengajak berbicara, maka akan memperkuat atau menambah pembicaraan mereka. Akan tetapi, jika orang dewasa menggertak anak tersebut, tentunya anak tersebut akan cepat – cepat ingin meninggalkan situasai seperti itu.
Pada dasarnya pengukuhan itu komplek. Secara sederhana pengukuhan dibedakan menjadi pengukuhan positif yang sifatnya ditambahkan atau diperoleh dan pengukuhan negatif yang sifatnya dikurangi, ditolak atau dijauhi. Anatar kedua pengukuhan ini sulit dipahami karena keduanya melibatkan stimulus yang berlawanan dan tidak menyenangkan. Perlu kita cermati bahwa pengukuhan negatif juga dapat meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku, sementara itu hukuman menurunkan kemungkinan munculnya respon.
Terdapat beberapa susunan yang dapat meningkatkan efektivitas pengukuhan. Yang pertama yaitu interval waktu. Belajar lebih efektif dalam operant conditioning karena interval stimulus dan responnya sangat singkat (perilaku otomatis), dibandingkan classical conditioning (perlu proses yang tidak dapat secara otomatis). Yang kedua yaitu pembentukan. Dengan pembentukan diharapkan dapat mengembangkan perilaku individu yang dikehendaki. Misalnya terdapat aturan bahwa anak yang baru pertama masuk sekolah diharapkan cepat mengambil tempat duduk dan duduk dengan tenang.
Yang ketiga yaitu penjadwalan pengukuhan. Penjadwalan pengukuhan menentukan kejadian suatu respon yang akan dikukuhkan. Penjadwalan sepenuhnya berdasarkan interval waktu dan frekuensi perilaku secara spesifik. Yang keempat yaitu pengukuhan primer dan sekunder. Pengukuhan primer menggunakan pengukuhan dalam memuaskan diri sendiri tanpa melalui belajar dari lingkungan, sdangkan pengukuhan sekunder mendapatkan nilai positif melalui pengalaman yang dapat dipelajari (bersifat kondisional).
Prinsip ketiga dalam teori behavioral yaitu Pembentukan Kebiasaan. Presentasi dalam pembentukan kebiasaan terjadi berulang – ulang. Misalnya kebiasaan seorang bayi yang ingin minum susu. Si bayi akan memasukkan tangan ke mulutnya dan akan berhenti ketika bayi tersebut telah mendapatkan ASI dari ibunya.
Prinsip yang terakhir atau yang keempat dalam teori behaviorial yaitu Peniruan (Imitation). Imitasi atau peniruan terjadi ketika anak – anak belajar perilaku baru dengan melihat orang lain bertindak. Dalam beberapa hal imitasi membutuhkan waktu yang lebih sedikit daripada operant conditioning. Selain itu pada operant conditioning hanya memberikan pembelajaran yang terbatas dan mengabaikan situasi penting terutama pada pengaruh social terhadap belajar.
Teori kedua yaitu Teori Kognitif. Pada dasarnya teori kognitif memang berbeda dengan teori behavioral. Pada teori kognitif, pengetahuan dipelajari dan perubahan dalam pengetahuan menyebabkan adanya perubahan perilaku. Sedangkan pada teori behavioral, perilaku baru itu sendiri yang dipelajari. Pendekatan kognitif menyarankan bahwa apa yang dibawa oleh individu dalam situasi belajar merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam proses belajar. Pengetahuan menciptakan penalaran kita, maemfokuskan perhatian kita, dan merupakan penopang untuk mengingat.
Teori ketiga yaitu Teori Perkembangan Kognitif. Pada teori ini anak diberi kesempatan untuk mengembangkan pikiran rasional anak. Proses kognitif merupakan media yang penting dalam menghubungkan lingkungan dengan perilaku anak. Pada teori perkembangan kognitif ada dua pandangan tahapan perkembangan kognitif.
Pertama, tahapan perkembangan pikiran piaget. Tahapan – tahapan piaget adalah tahap sensorik, tahap preoperasional, tahap operasional konkrit, dan tahap operasional formal. Tahap sensorik mengembangkan kemampuan untuk mengkoordinasikan sensasi dan persepsi dalam menghubungkan gerakan fisik dan perilakunya. Tahap preoperasional, kemampuan mental mulai dan kepercayaan dibangun. Tahap operasional kongkrit, tindakan mental diputarbalikkan berdasarkan objek yang real dan kongkrit. Tahap operasional formal, memungkinkan untuk mengembangkan kekuatan berpikir yang berwawasan kognitif baru dan sosial.
Kedua, tahapan perkembangan kognitif Vygotsky. Dalam teori ini menegaskan bahwa perkembangan kognitif anak tidak terjadi pada kehiodupan sosial yang bebas. Hubungan bahasa dan pikiran sangat penting dalam membentuk mental dan kognityif anak. Terdapat dua prinsip yang mempengaruhi hubungan bahasa dan pikiran, yaitu fungsi mental yang berasal dari lingkungan eksternal dan sosial, anak berkomunikasi secara eksternal menggunakan bahasa untuk sepanjang waktu sebelum mengalami masa transisi dari percakapan eksternal ke internal.
Teori keempat yaitu Teori Pemrosesan data. Pemrosesan informasi berhubungan dengan proses persepsi, perhatian, ingatan, dan pikiran. Pendekatan teori pemrosesan data ini merupakan suatu kerangka untuk memahami bagaimana cara anak belajar dan berpikir. Kita perlu menganalisis bagaimana anak mendapatkan informasi, bagaimana menyimpan informasi, dan mengevaluasi informasi yang didapat anak untuk tujuan tertentu, seperti tes atau ujian.
Pada dasarnya perhatian dan ingatan diperlukan untuk memproses informasi. Dengan perhatian informasi yang diperoleh akan bertahan lama, sedangkan ingatan diperlukan dalam mengambil langkah, mengemukakan ide yang dipikrkan. Agar belajar dapat memperoleh hasil yang maksimal anak harus memegang informasi yang diperoleh dan mencari kembali informasi yang telah lama disimpan di memory anak tersebut.
Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda dalam pemrosesan informasi. Misalnya seseorang anak yang dapat begitu cepat menyesuaikan diri dalam ruang kelas, juga terhadap bidang akademik, sedangkan ada anak yang susah untuk menyesuaikan dirinya. gaya kognitif ditentukan tidak hanya perhatian anak pada tugas, organisasi dan strategi kognitif, melainkan kepribadian dan motivasi yang terdapat dalam siri masing – masing anak.