Diceritakan pada sang penulis preteers (sebut saja inisialnya), ia merasa merasa resah dan gelisah, karena makin hari, keberadaan pilihan transportasi umum di wilayah ini sangat terbatas.
Sang penulis dengan pasang ekspresi frustasi, kemudian teriak-teriak tak jelas “Angkott gue mana, angkoottt mana angkott” teriak Adet sembari garuk-garuk tembok. Ia mengatakan hal semacam ini setidaknya bukan hanya menjadi buah simalakama bagi saya, melainkan juga bagi penyedia jasa transportasi. Di kecamatan Pituruh, transportasi utama yang bisa kita pilih adalah angkot warna kuning jalur 3, selain itu ada juga andong, becak atau ojek. Yang lain? Entahlah mungkin sedang dirancang Tuhan.
Dulu sekitar tahun 2004 moda transportasi ini sangat diminat semua kalangan masyarakat khususnya Pituruh. Dikecamatan Pituruh ini ada dua jalur angkot yaitu 3 dan 4. Untuk Jalur 3 lewatnya jalan raya Klepu sampai Kutoarjo, sedangkan untuk jalur 4 lewatnya Kemiri sampai Kutoarjo. Untuk jalur 3A ini melewati daerah area Kaliglagah, Kaligintung.
Menurut admin, pada saat itu keberadaan angkot menjadi cukup vital baginya yang sering menjalani mobilitas. Namun, belakangan jam kerja angkot semakin dan semakin berkurang.
Ia juga menulis bahwa semakin pendeknya jam kerja para sopir angkot ini juga bukan tanpa pertimbangan dan alasan. Pernah saya berbincang dengan salah satu dari mereka. Mereka menyatakan bahwa menunggu penumpang sampai sore hanya akan rugi bandar, lantaran jumlah penumpang angkot makin hari makin tidak seberapa, sementara mereka harus setor nominal yang sama ke juragan setiap harinya. So, mereka memang tidak bisa disalahkan. Salah satu penyebab utama kebijakan pembatasan jam angkot ini adalah, banyaknya warga desa yang lebih memilih menggunakan motor dibandingkan harus naik angkot.
Preteers menambahkan kalau memang ini menjadi sebuah penyebab, maka tidak bisa dikatakan demikian juga. Kalau angkot makin hari jam kerjanya makin menurun, maka mau tidak mau masyarakat memang harus beralih ke moda transportasi lain guna meningkatkan efektivitas mobilitas mereka. Satu-satunya yang memungkinkan adalah membeli motor.
Sebenarnya keterbatasan angkot ini hanya akan ‘memaksa’ masyarakat untuk bisa tak bisa membeli motor. Karena hanya itulah tumpuan mereka untuk bepergian.
Ditahun 2021 beberapa moda transportasi ini juga mengalami penurunan, sebab dengan adanya pandemi covid-19 semua perekonomian masyarakat terobang-ambing adanya covid-19.
Belum halnya muncul kata PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), nasib supir angkot ini semakin memprihatinkan, dikala muncul pandemi perekonomian umum semakin menurun, dan menurunnya penumpang yang menaiki angkot baik jalur 3 dan 4.
Angkot biasanya ramai pada hari pasaran pituruh, yaitu Selasa dan Jum'at. Hal ini disebabkan karena beberapa masyarakat daerah desa Pamriyan, Kaligintung, Kaligondang Wonosido turun gunung untuk menambahkan kebutuhan pokok sehari-harinya. Namun beda lagi untuk jalur daerah Kaligintung ini menggunakan jalur 3A.
Dikatakan, Supir angkot Teguh Susanto, Jalur 3A dengan adanya pandemi seperti ini banyak penurunan baik berupa penumpang dan setoran setiap harinya.
"Kita terbantunya pada saat pasaran Pituruh pada hari Selasa dan Jum'at. Karena pedagang saat itu masih menggunakan moda transportasi angkot umum. " katanya.
"Saat sepi penumpang kita juga tombok setorannya. " tutupnya
Artikel di tulis ulang karena admin sedikit prihatin dengan keadaan sekarang, angkotan umum ini sudah mulai jarang digunakan oleh masyarakat umum. Semoga para supir angkot ini diberikan kemudahan dalam mengais rejeki dan diberikan kesehatan. Aminn
Kontributor : Okta/Luthfi
Sumber : https://preteers.wordpress.com/2014/10/20/meredupnya-eksistensi-angkot-di-pituruh/