Sutarko pengrajin angklung |
Hal ini menyebabkan salah satu pengrajin angklung yakni Sutarko (66) warga Dukuh Krajan, RT/RW 01/01 Desa Polowangi mengalami penurunan omset yang cukup signifikan karena menurunnya jumlah pesanan. Sampai saat ini bahkan Sutarko baru menjual dua set angklung saja. Angklung yang dijual Sutarko berjenis angklung slendro. Untuk dapat memenuhi kebutuhan ekonominya Sutarko pun beralih membuat anyaman bambu seperti tampah dan tambir untuk dijual.
Diceritakan, Sutarko bahwa ia menggeluti usaha kerajinan angklung sudah sejak sepuluh tahun yang lalu, ia belajar secara otodidak.
"Ada melihat bakat saya membuat angklung, lalu mendapat dukungan dari warga sekitar untuk membuat lalu dijual. " katanya.
Sutarko saat memainkan angklung |
Proses pembuatan angklung ini membutuhkan waktu yang cukup lama kurang lebih 1 bulan karena bahan untuk angklung ini harus benar-benar bambu kering.
"Pesan dan servisan angklung buatan saya ini sudah banyak mas, mulai dari kecamatan Bayan, Kemiri, Kutoarjo, bahkan pernah saya mengirim pesanan angklung ke Lampung. " kata Sutarko, saat ditemui tim Pituruh News, Minggu, 25/10/2020.
Untuk harga satu set angklung dijual dengan harga mencapai Rp 3.000.000,00 namun pada tahun 2010 lalu harga satu set angklung satu set hanya dijual seharga Rp 900.000,00. Hal ini terjadi karena meningkatnya harga bahan produksi seperti rotan dan bambu.
Untuk membuat satu set angklung dibutuhkan 10 pring pethong (bambu pethong) dan beberapa helai rotan untuk mengikatnya.
"Semoga pandemi covid-19 ini segera berakhir, supaya pentas kesenian bisa digelar kembali.'' pungkasnya.
Reporter : Riphai/Luthfi
Editor : Bayun